Tektonik Umum
Pulau
Jawa berada di tepi tenggara Daratan Sunda (Sundaland). Pada Daratan Sunda
ini terdapat dua sistem gerak lempeng; Lempeng Laut Cina Selatan di utara
dan Lempeng Samudera Hindia di selatan. Lempeng Laut Cina Selatan (Eurasia) bergerak ke
tenggara sejak Oligosen (Longley, 1997), sedangkan Lempeng Samudera Hindia yang berada di selatan bergerak ke
utara sejak Mesozoikum dan menunjam ke bawah sistem busur kepulauan
Sumatra dan Jawa (Liu dkk., 1983).
Pulau jawa yang terlihat saat
sekarang adalah akibat adanya pergerakan dua lempeng yang bergerak saling
mendekat dan mengalami tabrakan, dimana proses tersebut relatif bergerak
menyerong (oblique) antara lempeng samudra hindia pada bagian barat daya dan
lempeng Benua Asia bagian tenggara (eurasian), dimana lempeng samudra hindia
akan menyusup ke lempeng asia tenggara. Pada zone subduksi akan dihasilkan
palung jawa (Java trench) dengan pergerakan relatif 7 cm/tahun. Pada zone subduksi terdiri dari
“Acctionary Complex ” yang materialnya secara garis besar dari lantai samudra
india pada busur muka Jawa.
Fase Tektonika
Fase
tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah timurlaut menghasilkan subduksi dibawah Sunda
Microplate sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting phase) selama
Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan graben
(rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari
Timurlaut Sumatra –Jawa-Kalimantan Tenggara. Pembentukan
cekungan depan busur (fore arc basin) berkembang di daerah
selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan di Jawa Tengah. Mendekati Kapur
Akhir-Paleosen, fragmen benua yang terpisah dari Gondwana, mendekati zona
subduksi Karangsambung- Meratus. Kehadiran allochthonous micro-continents
di wilayah Asia Tenggara telah dilaporkan oleh banyak
penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat kontinental yang terletak di sebelah timur zona subduksi
Karangsambung-Meratus dan yang mengalasi Selat Makasar teridentifikasi di
Sumur Rubah- 1 (Conoco, 1977) berupa granit pada kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur Taka Talu-1
menembus basement diorit. Docking (mera-patnya) fragmen
mikrokontinen pada bagian tepi timur Sundaland menyebabkan matinya
zona subduksi Karang-sambung-Meratus dan terangkatnya zona subduksi
tersebut menghasilkan Pegunungan Meratus.
Gambar 1. Rekonstruksi tektonika
Pulau Jawa akhir kapur-paleogen
Evolusi tektonik tersier pulau jawa memasuki periode
Eosen (Periode Ekstensional /Regangan). Periode ini terjadi Antara 54
jtl-45 jtl (Eosen), dimana di wilayah Lautan Hindia terjadi reorganisasi
lempeng ditandai dengan berkurangnya secara mencolok kecepatan pergerakan
ke utara India. Aktifitas pemekaran di sepanjang Wharton Ridge berhenti
atau mati tidak lama setelah pembentukan anomali 19 (atau 45
jtl). Berkurangnya secara mencolok gerak India ke utara dan matinya
Wharton Ridge ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak pertama Benua
India dengan zona subduksi di selatan Asia dan menyebabkan terjadinya
tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian besar wilayah Asia
Tenggara yang ditandai dengan pembentukan cekungan-cekungan utama
(Cekungan-cekungan: Natuna, Sumatra, Sunda, Jawa Timur, Barito, dan Kutai)
dan endapannya dikenal sebagai endapan syn-rift. Pelamparan extension
tectonics ini berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar regional
yang telah ada sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen. Konfigurasi
struktur basement mempengaruhi arah cekungan syn-rift Paleogen di wilayah
tepian tenggara Sundaland (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan Tenggara).
Gambar 2. Rekonstruksi tektonika Pulau Jawa pada eosen
Pada jaman Eosen itu juga disertai
oleh pengangkatan terhadap jalur subduksi,sehingga di beberapa tempat tidak
terjadi pengendapan. Pada saat ituterjadi pemisahan yang penting antara bagian
utara Jawa dengan cekungannya yang dalam dari bagian selatan yang dicirikan
oleh lingkungan engendapan darat, paparan dan dangkal. Proses pengangkatan tersebut
berlangsung hingga menjelang Oligosen akhir. Proses yang dampaknya cukup luas
(ditandai oleh terbatasnya sebaran endapan marin Eosen-Oligosen di Jawa dan
wilayah paparan Sunda), dihubungkan puladengan berkurangnya kecepatan gerak
lempeng Hindia-Australia (hanya 3 cm/tahun). Gerak tektonik pada saat itu
didominasi oleh sesar-sesar bongkah, dengan cekungan-cekungan terbatas yang
diisi oleh endapan aliran gayaberat (olistotrom dan turbidit)
Oligosen Akhir-Miosen Awal, terjadi
gerak rotasi yang pertama sebesar 20° ke arah yang berlawanan dengan jarum jam
dari lempeng Sunda (Davies, 1984). Menurut Davies, wilayah-wilayah yang
terletak di bagian tenggara lempeng atau sekitar Pulau Jawa dan Laut Jawa
bagian timur, akan mengalami pergeseran-pergeseran lateral yang cukup besar
sebagai akibat gerak rotasi tersebut. Hal ini dikerenakan letaknya yang jauh
dari poros rotasi yang oleh Davies diperkirakan terletak di kepulauan anambas. Akibat
gerak rotasi tersebut, gejala tektonik yang terjadi wilayah pulau Jawa adalah:
a. Jalur subduksi Kapur-Paleosen
yang mengarah barat-timur berubah menjadi timur timurlaut-barat baratdaya (ENE-WSW)
b. Sesar-sesar geser vertical (dip
slip faults) yang membatasi cekungan cekunganmuka busur dan bagian atas lereng
(Upper slope basin), sifatnya berubah menjadi sesar-sesar geser mendatar.
Perubahan gerak daripada sesar tersebut akan memungkinkan terjadinya
cekungancekungan “pull apart” khususnya di Jawa Tengah utara dan Laut Jawa bagian
timur, termasuk Jawa Timur dan Madura. Menjelang akhir Miosen Awal, gerak
rotasi yang pertama daripada lempeng Mikro Sunda mulai berhenti.
c. Miosen Tengah terjadi percepatan
pada gerak lempeng Hindia-Australia dengan 5-6 cm/th dan perubahan arah menjadi
N200°E pada saat menghampiri lempeng Mikro Sunda. Pada Akhir Miosen Tengah,
terjadi rotasi yang kedua sebesar 20°-25°, yang dipicu oleh membukanya laut Andaman
(Davies, 1984)
Berdasarkan data kemagnitan purba,
gerak lempeng Hindia-Australia dalam menghampiri lempeng Sunda, mempunyai arah
yang tetap sejak Miosen Tengah yaitu
dengan arah N200°E. Dengan arah yang demikian, maka sudut interasi antara
lempeng Hindia dengan Pulau Jawa akan berkisar antara 70° (atau hampir tegak
lurus) Perubahan pola tektonik terjadi dijawa barat sebagai berikut :
a. Cekunagn muka busur eosen yang
menampati cekungan pengendapan bogor, berubah statusnya menjadi cekungan
belakang busur, dengan pengendapan turbidit (a.l. Fm. Saguling)
b. Sebagai penyerta dari interksi lempeng
konvergen, tegasan kompresip yang mengembang menyebapkan terjadinya sesar-sesar
naik yang arahnya sejajar dengan jalur subduksi dicekunagn belakang busur. Menurut
Sujono (1987), sesar- sesar tersebut mengontrol sebaran endapan kipas-kipas
laut dalam. Di jawa tengah pengendapan kipas-kipas turbidit juga berlangsung
didalam cekungan “belakang busur” yang mengalami gerak-gerak penurunan melalui
sesar-sesar bongkah dan menyebapkan terjadinya sub cekungan.
Produk subduksi
a. Outer arc
(busur luar)
Pada subduksi antara lempeng samudra
hindia dengan lempeng Eurasia di selatan pulau jawa tidak terbentuk
pulau-pulau lepas pantai namun
hanya berupa punggungan
dibawah permukaan laut,
hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh kecepatan lempeng yang akan
mempengaruhi tektonik,
pola sedimentasinya serta struktur pada daerah atas zone subduksinya.
b. Fore arc basin (cekungan didepan zona subduksi)
Terbentuk sepanjang batas
tumbukan lempeng yang letaknya dekat dengan zone penunjaman dan letaknya antara
busur luar non vulkanik (outer arc) dan busur vulkanik. Pada pulau jawa, fore
arc basin membentang luas pada lempeng benua dan terbentuk pada akhir paleogen
berupa sedimen recent dan terjadi karena proses pemekaran lantai samudra pada
oligecen dan diikuti dengan uplift dan erosi secara regional.
c. Vulcanic active arc (Busur vulkanik aktif)
Merupakan jajaran gunungapi yang terbentuk
akibat adanya perpanjangan zone subduksi “sunda arc system”. Akibat tumbukan
dua lempeng tersebut akan mengakibatkan berkurangnya gerak lempeng
hindia-australia ke utara, sehingga akan mengakibatkan adanya adanya gerak
berlawanan jarum jam (gerak rotasi) dari lempeng dataran sunda sehingga akan terbentuk jalur
sesar naik (thrust) dari sebelah barat jawa dan bergerak relatif ke utara (Berbaris sampai Kendeng
Thrust) dan diperpanjang hingga bali (Bali Thrust) dan sampai Flores (Flores trhust). Pada miosen
tengah lempeng mengalami percepatan hingga akan terjadi pembentukan busur magma
di sebelah selatan jawa dan pengaktifan kembali sesar-sesar disertai dengan
kegiatan volkanisme (berupa intrusi dan pembentukan gunung api).
c. Back arc basin (cekungan dibelakang zona subduksi)
Disebelah
utara busur jawa dan pada laut jawa cekungan busur belakng ., pada lempeng
benua dihasilkan pada paparan sunda dan lempeng samudtra padasebelah utara bali
dan flores> Cekungan pada paparan sunda dibentuk pada palageogen akhir
sebagai “rift basin” dan kemudian pada Neogen akhir prosesnya dipengaruhi oleh
tekanan pada sunda orogency dan selanjutnya terdeformasi menjadi tight hingga
lipatannya membentuk isoclinal. Yang termasuk pada Cekungan busur dalam (back
arc basin) ialah Cekungan Jawa barat (meliputi Cekungan sunda di sebelah barat,
Cekungan belintang di timur laut, dan Cekungan cirebon di bagian timur) dan
Cekungan Jawa timur (meliputi Cekungan jawa tengah bagian utara dan Cekungan
madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar