1. Pendahuluan
Batubara adalah batuan yang mudah
terbakar yang lebih dari 50% -70% berat volumenya merupakan bahan organik yang
merupakan material karbonan termasuk inherent moisture. Pengertian
umum dari batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur
memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS
untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit.
Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan
yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen,
damar, dan lain-lain. Materi pembentuk
batubara dapat berupa jenis:
Ø
Alga
Ø
Silofita
Ø
Pteridofita
Ø
Gimnospermae
Ø
Angiospermae
2. Pembentukan Batubara
Batubara bagus terbentuk dari endapan
yang terbentuk pada zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu
(jtl)> Pada masa ini pembentukan batu bara terjadi paling produktif dimana
hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan
bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan
batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan
bumi lain.
Selanjutnya bahan organik tersebut
mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan
perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup
oleh endapan lainnya. Proses
pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan)
dan tahap geokimia (pembatubaraan).
a. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman
terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik
serta membentuk gambut
b. Tahap Malihan atau
Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya
antrasit.
Tahap penggambutan (peatification)
adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam
kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu
tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi
humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut
(Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification)
merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena
pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan
waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit
Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan
prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit
Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat
kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus,
semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Gambar 1.
Tahap Pembentukan Batubara
Gambar 2.
Skema Pembentukan Batubara
Faktor – faktor
yang berpengaruh dalam pembentukan batubara antara lain :
a. Posisi Geotektonik
Posisi geotektonik
akan berpengaruh pada pembentukan cekungan batubara yang dikontrol oleh
gaya-gaya tektonik lempeng.
b. Topografi
Topografi
berpengaruh terbatas pada iklim dan morfologi dari cekungan batubara sehingga
menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara terbentuk.
c. Iklim
Iklim berpengaruh
pada pertumbuhan flora pembentuk batubara.
d. Penurunan
Penurunan cekungan
akan berpengaruh pada ketebalan lapisan batubara yang terebdapkan didalamnya.
e. Umur Geologi
Umur geologi disini
berpengaruh pada kualitas terbentuknya batubara.
f. Tumbuhan
Tumbuhan tentu
sangat berpengaruh pada pembentukan batubara karena memang batubara terbentuk
oleh akumulasi sisa tumbuh – tumbuhan yang tertimbun dalam sedimen. Kualitas
tumbuhan akan berpengaruh terhadap kualitas batubara yang terbentuk.
g. Dekomposisi
Dekomposisi flora
merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik dan merupakan titik
awal untuk seluruh akterasi.
h. Metamorfosa Organik
Tingkat kedua dalam
pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru.
Proses ini lebih didominasi oleh proses dinamokimia yang menyebabkan perubahan
gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Proses metemorfosa organik akan
dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia,
fisik, dan optiknya.
3. Klasifikasi Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit,
bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
Ø Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%.
Gambar 3. Antrasit
Ø Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu
bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Ø Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber
panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Gambar 4. Sub-bituminus
Ø Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung
air 35-75% dari beratnya.
Gambar 5. Lignit
Ø Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.
Gambar 6. Gambut
Faktor-faktor yang berperan pada pembentukan gambut
Ø Evolusi tumbuhan : jenis tumbuhan pada skala
waktu geologi.
Ø Iklim : berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh
dan variasi jenis tumbuhan serta proses dekomposisi
Ø Geografi dan posisi : kenaikan muka air tanah
relatif lambat, dan ada perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai.
Ø Struktur Geologi dan tektonik :Adanya
keseimbangan antara penurunan cekungan terhadap kecepatan penumpukan sisa
tumbuhan (kesimbangan biotektonik).
4. Bentuk Batubara
Lapisan batubara terbentuk berdasarkan
bentuk lingkungan pengendapannya dan struktur. Ada beberapa bentuk lapisan
batubara, diantaranya adalah:
a.
Endapan
Batubara bentuk Horse Back
Dicirikan oleh
perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya melengkung kearah atas akibat
gaya kompresi.
Gambar 7. Endapan Batubara bentuk Horse Back
b. Bentuk Clay Vein
Bentuk ini terjadi
apabila diantara 2 bagian deposit batubara terdapat urat lempung.
c. Bentuk Pinch
Dicirikan oleh
perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada umumnya dasar lapisan batubata
merupakan batuan yang plastis.
d.
Endapan
Batubara bentuk Burreid Hill
Bentuk ini terjadi
apabila didaerah dimana batubara semula terbentuk, terdapat akumulasi sehingga
lapisan batubara seperti “terintrusi”.
Gambar 8. Endapan Batubara bentuk Burreid Hill
e.
Endapan
Batubara Akibat Sesar
Bentuk ini terjadi
apabila didaerah dimana deposit batubara mengelami seri patahan
Gambar 9. Endapan Batubara Akibat Sesar
f.
Endapan
Batubara Akibat Lipatan
Bentuk ini terjadi
apabila didaerah dimana deposit batubara mengalami perlipatan
Gambar 10. Endapan Batubara Akibat Lipatan
5. Batubara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batubara yang
bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat
Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
Kalimantan),
pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai
batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun
yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang
lalu menurut Skala waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan
gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini.
Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air
tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah
gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa
air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar
abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai
pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis,
berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada
lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah
pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian
besar Kalimantan.
Gambar 11. Cekungan Batubara di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar