Jumat, 30 Mei 2014

BATUAN SEDIMEN KLASTIK

1. Batuan Sedimen Klastik

1.1 Definisi Batuan Sedimen Klastik

Batuan nedimen klastik merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh klastika-klastika yang terjadi karena proses pengendapan secara mekanis dan banyak dijumpai allogenic minerals. Allogenic minerals adalah mineral yang tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimentasi terjadi. Mineral ini berasal dari batuan asal yang telah mengalami transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi.

1.2 Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik

a. Klasifikasi After Dott, 1964

Klasifikasi batuan sedimen klastik yang umum digunakan adalah berdasarkan ukuran butirnya (menurut ukuran butir dari Wentworth), namun akan lebih baik lagi bila ditambahkan mengenai hal-hal lain yang dapat memperjelas keterangan mengenai batuan sedimen yang dimaksud seperti komposisi dan struktur. Misalnya batupasir silang siur, batu lempung kerikilan, batupasir kuarsa.

Ada klasifikasi lain yang juga dapat digunakan yaitu end members classification, klasifikasi ini dibuat berdasarkan komposisi atau ukuran butir dari penyusun batuan sedimen yang sudah ditentukan lebih dahulu. Contoh klasifikasi ini yaitu untuk batu pasir biasanya juga digunakan klasifikasi batupasir after Dott (1964), yaitu sebagai berikut:

Gambar 1. Klasifikasi after Dott (1964)

2. Mineral Penyusun Batuan Sedimen

Komponen penyusun yang dominan pada sedimen silisiklastik adalah mineral-mineral yang stabil secara mekanik maupun kimia, dan juga grain / butiran pecahan dari batuan asal yang sering disebut fragmen batuan (rock fragment). Mineral-mineral yang paling stabil antara lain kwarsa, zircon, turmalin, mikroklin, ortoklas. Sedangkan mineral-mineral yang tidak stabil antara lain plagioklas, hornblende, biotit, piroksen, dan olivin. Detrital grain atau partikel klastika penyusun batuan ini secara umum dapat dibagi menjadi 6 kategori, yaitu : 

a. Fragmen batuan (lithik)

Komponen ini merupakan pecahan dari batuan sumber yang belum terpisah menjadi mineral-mineral tunggal. Lithik ini biasanya dominan pada breksi maupun konglomerat, dan kadang-kadang masih hadir pada batupasir. Komposisi dari lithik ini tergantung pada komposisi batuan sumber, dan bahkan bisa jadi petunjuk mengenai keberadaan batuan sumbernya (provenans). Pada batupasir, fragmen batuan yang sering muncul biasanya fragmen batuan sedimen berbutir halus seperti pecahan mudstone, shale, sabak, rijang, dan lanau. Seringkali juga terdapat pecahan batuan volkanik. 

b. Kwarsa

Mineral penyusun batupasir yang paling umum adalah kwarsa, karena merupakan mineral yang paling stabil. Butiran kwarsa, umumnya berasal dari batuan granitik, gneis, dan sekis (asam). Tipe butiran kwarsa dibedakan menjadi monokristalin dan polikristalin. Monokristalin tersusun atas kristal tunggal sedangkan polikristalin tersusun atas dua / lebih kristal kwarsa. Butiran kwarsa juga dapat digunakan untuk memprediksikan provenans (batuan sumber). Sebagai contoh, kwarsa yang berasal dari batuan vulkanik umumnya monokristalin tanpa inklusi. Kwarsa yang berasal dari urat / vein hidrotermal umumnya memiliki inklusi fluida dan berwarna putih susu. Kwarsa yang berasal dari sumber batuan metamorf umumnya polikristalin dengan bentuk elongate dan kenampakan undulasi / bergelombang. 

c. Feldspar

Kandungan feldspar dalam batupasir umumnya berkisar 10-15 % tapi dalam batupasir arkose dapat mencapai 50 %. Resistensi feldspar lebih rendah dari kwarsa karena feldspar lebih lunak dan mempunyai belahan yang kuat, sehingga lebih mudah mengalami disintegrasi selama transportasi. Batuan asal dari feldspar umumnya batuan beku granitik dan gneis. Pada daerah iklim basah, feldspar akan mudah mengalami pelapukan, sebaliknya pada iklim kering, feldspar akan cenderung bertahan (survive). 

d. Mika dan lempung (clay)

Partikel jenis ini juga umum terdapat dalam matriks batupasir dan klatika lainnya. Biotit, muskovit, dan klorit, biasanya hadir sebagai pecahan berukuran cukup besar (sekitar 0,2 hingga 0,5 mm). Muskovit dan biotit biasanya berasal dari batuan beku, seringkali juga berasal dari batuan metamorf, terutama sekis dan filit. 

e. Mineral berat

Mineral berat merupakan mineral aksesoris yang konsentrasinya biasanya kurang dari 1 % dari fraksi terrigeneous sedimen. Meskipun kecil jumlahnya, mineral berat sangat berperan dalam studi provenans. Bentuk fisik mineral berat mencerminkan terhadap intensitas abrasinya. Mineral berat umumnya dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu : 
Mineral opak
Terdiri atas magnetit, ilmenit. pirit, hematit, limonit, dan leucoxen. 
Mineral mika
Kelompok ultra-stabil
Terdiri atas zircon, turmalin, rutil, mempunyai sifat fisik sangat keras dan inert serta bisa bertahan oleh beberapa kali reworking. 
Kelompok meta-stabil 
Terdiri atas olivin, apatit, hornblende, piroksen, oxyhornblende, glaukopan, tremolit, piroksen, garnet, pegmatit, epidot, klinozoisit, zoisit, kyanit, silimanit, andalusit, staurolit. 

f. Penyusun yang lainnya

3. Macam-macam Struktur Sedimen

3.1 Struktur Sedimen Primer

Struktur ini merupakan struktur sedimen yang terbentuk karena proses sedimentasi dapat merefleksikan mekanisasi pengendapannya. Contohnya seperti perlapisan, gelembur gelombang, perlapisan silang siur, konvolut, perlapisan bersusun, dan lain-lain. (Suhartono, 1996 :47). Struktur primer adalah struktur yang terbentuk ketika proses pengendapan dan ketika batuan beku mengalir atau mendingin dan tidak ada singkapan yang terlihat. Struktur primer ini penting sebagai penentu kedudukan atau orientasi asal suatu batuan yang tersingkap, terutama dalam batuan sedimen.

Struktur yang terbentuk sewaktu proses pengendapan sedang berlangsung termasuk lapisan mendatar (flat bedding), lapisan silang, laminasi, dan laminasi silang yang mikro (micro-crosslamination), yaitu adanya kesan riak. (Mohamed, 2007).

a. Convolute
Convolute memiliki ketebalan yang relative antara 2sampai 25 cm, atau coarse silt atau fine sand. Biasa terbentuk karena arus turbidit yang turbulen.

Gambar 2. Convolute dan arus turbidit

b. Perlapisan
Struktur ini dikatakan perlapisan dikarenakan mempunyai jarak lapisan >1 cm struktur ini terbentuk karena pengaruh endapan lapisan atau arus gelombang yang tenang dan pengendapan lama.

Gambar 3 Perlapisan

c. Cross Bedding/ Cross Lamination
Perlapisan ini sering disebut dngan perlapisan silang-siur yaitu perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan atas dan bawahnya, dibatasi oleh bidang erosi yang terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.

Cross lamination
Secara umum dipakai untuk lapisan miring dengan ketebalan kurang dari 5 cm dengan faraset ketebalannya lebih dari 5 cm, merupakan struktur sedimentasi tunggal yang terdiri dari urutan-urutan sistematik, perlapisan dalam disebut faraset bedding yang miring terhadap permukaan umum sedimentasi. Terbentuk karena perpindahan ripple/gelombang-gelombang pori yang masing-masing urut berukuran kurang dari 5 cm.

Gambar 4. Cross Lamination

Cross bedding
Secara umum bentuk fisik dari cross bedding sama seperti cross lamination. Perbedaannya adalah ketebalannya yang kurang dari 5 cm. Cross bedding diakibatkan karena migrasi ripple yang cukup besar ataui gelombang-gelombang yang membawa pori di mana masing-masing lapisan berukuran lebih dari 5 cm. 

d. Laminasi
Struktur ini hampir sama dengan perlapisan namun yang membedakannya adalah jarak perlapisan yang kurang dari 1 cm. Biasanya struktur ini diakibatkan oleh proses diagenesis sedimen yang cepat dengan media pengendapan yang tenang.
  
Gambar 5. Laminasi

e. Ripple Mark
Struktur ini lebih diakibatkan gelombang yang mempengaruhi endapan tersebut sehingga bentukan sedimen ini berbentuk seperti gelombang air dan relatif pengendapan yang dilakukan akan bergantung pada energi gelombang tersebut

Gambar 6. Ripple Mark

f. Mud Crack
Mud cracks adalah struktur sedimen yang berupa retakan-retakan pada tubuh sedimen bagian permukan, biasanya pada tubuh campuran yang berkembang sifat kohesinya. Hal ini akibat perubahan suhu (pengeringan) dan pengerutan.

Gambar 7. Mud Crack

g. Rain Mark
Struktur sedimen ini diakibatkan oleh air hujan yang membuat permukaan sedimen yang belum benar-benar sempurna akhirnya tidak rata dan membentuk lubang akibat air hujan.

Gambar 8. Rain Mark

h. Hummocky
Merupakan struktur cross laminasi yang lebih kompak daripada cross laminasi biasa.

Gambar 9. Hummocky

i. Graded Bedding
Lapisan yang dicirikan oleh perubahan yang granular dari ukuran butir penyusunnya bila bagian bawah kasar dan ke atas semakin halus disebut normal grading atau fining upward. Bila sebaliknya disebut inverse grading atau coarsening upward. Graded bedding normal terbentuk karena pengendapan yang terjadi secara bertahap sesuai dengan penenangan energi transportasi. Graded bedding inverse dihasilkan karena pengendapan pada fase regresi.

Gambar 10. Graded Bedding

2.3.2 Struktur Sedimen Sekunder
Struktur yang terbentuk sesudah proses sedimentasi, sebelum atau pada waktu diagenesa. Juga merefleksikan keadaan lingkungan pengendapan misalnya: Load cast, stylolite, flame structure dan ball and phillow.

a. Load cast 
Merupakan struktur sedimen yang terbentuk akibat tubuh sedimen yang mengalami pembebanan ileh material sedimen di atasnya.

Gambar 11. Load cast

b. Stylolite 
Merupakan struktu akibat proses kimia yang dihasilkan dari tekanan larutan yang sering terjadi pada batupasir namun kelimpahannya berkurang searah dengan adanya lempung.

Gambar 12. Stylolite

c. Ball and pillow (pseudonodule structure)
Merupakan suatu struktur sedimen bentukan akibat gaya beban dari atas pada shale oleh batupasir yang mana shale tersebut belum mengeras. Bila bentukan tersebut masih menyambung disebut pillow, bila sudah lepas disebut ball structure.

Gambar 13. Ball and pillow

d. Flame structure
Struktur sedimen yang berupa bentukan dari lumpur licin dan memisahkan ke bwah membesar dan membentuk load cast dari pasir pada kontak antara lempung dan pasir. Kenampakan struktur ini menyala pada cross section dari shale yang memasuki batupasir akibat tekanan lateral.

Gambar 14. Flame structure

e. Dish
Merupakan struktur sedimen yang berbentuk bantal dan mangkok yang terbentuk oleh sedimen pasir yang belum terkonsolidasi lalu tertimbun sedimen lain di atasnya sehingga mengalami penekanan di bawah.

Gambar 15. Dish

2.4 Tingkat Kedewasaan

Roundness dari suatu butir pada endapan sedimen menunjukkan suatu fungsi dari komposisi butiran, ukuran butir, tipe proses transportasi, dan jarak transportasinya. Resistant grains seperti kwarsa dan zicron akan membulat kurang baik secara cepat selama transportasi jika dibandingkan dengan feldspar atau piroksen yang mampu bertahan membulat secara lama selama transportasi. Butiran berukuran kerikil hingga kerakal umumnya akan mudah membulat dibandingkan dengan butiran berukuran pasir.
Gambaran mengenai harga roundness dan sphericity telah dibuat oleh Power (1953) sebagai berikut :

Gambar 16. Kategori Roundness dan sphericity

Tidak ada komentar:

Posting Komentar